Kuasa hukum para terdakwa meminta proses persidangan dibuka seterang-terangnya agar dugaan cacat administrasi dan praktik mafia tanah dapat terungkap.
MANADO, NyiurNews.com – Sidang perkara pidana Nomor 37/2025 terkait dugaan penyerobotan tanah di Desa Sea, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, kembali ditunda, Senin (1/12/2025). Penundaan terjadi karena saksi korban—Jimmy Wijaya dan Raisa Wijaya—serta saksi ahli yang diajukan penyidik tidak hadir memberikan keterangan. “Kami sangat menunggu kehadiran mereka. Fakta persidangan tidak akan terang tanpa kesaksian para pihak yang melapor,” ujar kuasa hukum terdakwa, Noch Sambouw.

Sambouw menegaskan ketidakhadiran saksi justru menimbulkan tanda tanya. Menurutnya, KUHAP mengatur konsekuensi pidana bagi saksi pelapor yang tidak memenuhi panggilan persidangan setelah dipanggil secara patut. Ia menilai, keterangan para saksi sangat krusial untuk memastikan apakah benar para terdakwa yang menyerobot tanah, atau justru terdapat indikasi penguasaan sepihak oleh pelapor. “Kami ingin persidangan ini membuka kebenaran secara objektif. Siapa sesungguhnya yang menyerobot, biar fakta pengadilan yang berbicara,” katanya.
Dalam persidangan sebelumnya, Sambouw menjabarkan kejanggalan penerbitan tiga sertifikat—SHM 66, 67, dan 68—yang kemudian dikonversi menjadi HGB 3320, 3036, dan 3037. Ia menyoroti keterangan pejabat pertanahan yang mengakui adanya kekeliruan prosedural, mulai dari pengukuran tanpa alat ukur resmi, konversi yang ditandatangani pejabat desa yang bukan wilayah objek tanah, hingga penggunaan akta salinan yang tidak pernah ditunjukkan dalam bentuk asli. “Kalau produk hukum lahir dari prosedur yang salah, maka wajar publik mempertanyakan validitasnya. Di sinilah publik perlu melihat transparansi,” ucapnya.
Sambouw menilai rangkaian kejanggalan itu menunjukkan dugaan praktik mafia pertanahan yang melibatkan oknum dalam maupun luar institusi. Ia mengingatkan bahwa sejumlah putusan pidana dan perdata sebelumnya telah mengungkap ketidakjelasan batas tanah hingga kelemahan administratif yang dibiarkan berlarut-larut. “Kami tidak sedang melawan individu, melainkan melawan praktik-praktik yang berpotensi merugikan rakyat kecil. Wartawan, sebagai pilar demokrasi, perlu mengawal isu pertanahan yang rentan disusupi kepentingan,” kata Sambouw.
Pengacara yang dikenal kritis terhadap persoalan agraria itu menegaskan dirinya siap mempertanggungjawabkan seluruh pernyataannya di hadapan hukum. Ia mendorong para pihak hadir pada sidang berikutnya agar proses pembuktian berjalan terbuka. “Mari kita buktikan secara hukum. Jika mereka merasa penerbitan dan peralihan hak itu benar, tunjukkan dasar hukumnya. Kami hanya ingin publik tahu apa adanya,” ujarnya. Sidang akan dilanjutkan setelah pemanggilan ulang saksi korban dan saksi ahli.
//VIT*













