Ahli Dinilai Berputar-putar, Kuasa Hukum Soroti Kejanggalan Unsur Pasal dalam Sidang Perkara 327/Pid.B/2025/PN Manado

Avatar photo
Ket Foto : Suasana pemeriksaan saksi ahli dalam sidang perkara 327/Pid.B/2025/PN Manado di Pengadilan Negeri Manado. (Dok.NyiurNews.com)

Kuasa Hukum Noch Sambouw menilai keterangan ahli JPU tidak relevan dan menyoroti dugaan kekeliruan objek, daluwarsa, hingga pemanggilan saksi yang disebut janggal.

MANADO, NyiurNews.com — Pemeriksaan perkara 327/Pid.B/2025/PN Manado kembali bergulir dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, jalannya sidang memunculkan sejumlah catatan kritis dari kuasa hukum terdakwa, Noch Sambouw, terutama terkait konsistensi dan relevansi pemaparan ahli terhadap unsur Pasal 167 KUHP yang dijadikan dasar dakwaan. Sambouw menilai ahli justru “berputar-putar” dan tidak memberikan jawaban yang terarah pada inti persoalan.

Dalam persidangan, ahli menjelaskan bahwa objek yang dimaksud Pasal 167 meliputi rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup. Menurut Sambouw, hal itu tidak sinkron dengan fakta objek sengketa yang berupa kebun, tanpa pagar maupun struktur terbangun. Ia menyoroti penggunaan istilah baru yang disebut ahli sebagai “pagar yuridis”, yang menurutnya tidak dikenal dalam konstruksi hukum pidana. “Bagaimana disebut pagar yuridis bila batas sertifikat saja tidak diketahui pemilik maupun BPN?” ujar Sambouw di hadapan majelis hakim.

Selain itu, kuasa hukum juga menyinggung asas nebis in idem, mengingat perkara serupa yang menjerat pihak keluarga terdakwa pernah diputus bebas pada 1999. Menurut Sambouw, dengan unsur dan dasar dakwaan yang sama, perkara itu semestinya tak dapat diperkarakan kembali. Ia mempertanyakan relevansi putusan 2019 yang dijadikan rujukan JPU untuk menyebut para terdakwa sebagai residivis, sementara objek dan para pihak dinilai identik dengan perkara yang telah berkekuatan hukum sejak 1999.

Isu daluwarsa turut mencuat setelah ahli menjelaskan ketentuan Pasal 78 dan 79 KUHP, di mana tindak pidana berancaman hukuman di bawah tiga tahun memiliki batas kadaluwarsa enam tahun. Sambouw menegaskan laporan pelapor dibuat pada 2024, sementara dalam BAP disebut perbuatan terjadi pada 2017—selisih tujuh tahun. “Hitungan sederhana saja menunjukkan perkara ini seharusnya tidak dilanjutkan karena sudah melewati masa kadaluwarsa,” ujarnya.

Kuasa hukum juga menyoroti ihwal pemanggilan saksi pelapor Jimmy Wijaya dan Raisai Wijaya yang menurutnya, tidak dikirimkan langsung kepada yang bersangkutan, melainkan melalui Polda. Ia menyebut pola pemanggilan itu janggal dan meminta majelis hakim memastikan proses peradilan berjalan tegas, adil, dan bersih dari kekeliruan prosedural. “Kami berharap majelis hakim memberi perhatian serius agar perkara ini tidak berjalan di atas dasar yang keliru,” kata Sambouw.

//VIT*