JAKARTA, NYIURNEWS.com | 7 Maret 2025 – Ketika air mulai surut, banyak yang mengira bencana telah usai. Namun kenyataannya, penderitaan belum berakhir. Lumpur tebal masih mengubur jalan, rumah-rumah tak layak huni, dan kehidupan seakan terhenti di tengah kehancuran. Saat banyak yang mulai kembali ke rutinitas, ada sosok-sosok yang justru bergerak lebih cepat, membawa harapan bagi mereka yang kehilangan—Team Manguni 86, Sanggar Bapontar, dan sejumlah mitra sosial yang terpanggil untuk membantu.

Di bawah kepemimpinan Jodi Cross Ante, Team Manguni 86 merangkul berbagai elemen masyarakat, mengajak siapa saja yang memiliki hati untuk menolong. Dengan semangat “Sitou Timou Tumou Tou”, mereka mendirikan Dapur Kasih di Sanggar Bapontar, Karet Pedurenan, Jakarta Selatan. Tidak hanya membagikan makanan, tetapi juga menghidupkan kembali nilai kemanusiaan yang nyaris pudar di tengah kesibukan kota. “Bencana ini terjadi di hari pertama bulan suci. Kami tidak bisa hanya melihat dan menunggu. Kemanusiaan harus bergerak lebih cepat dari air yang naik,” ujar Jodi Cross Ante dengan ketegasan yang menggugah.
Sejak hari pertama, Dapur Kasih telah menyajikan lebih dari 3.000 bungkus makanan bergizi setiap harinya. Berkat tangan-tangan penuh kasih dari para relawan Team Manguni 86, dapur ini bukan hanya tempat memasak, tetapi juga simbol kepedulian tanpa batas. Sanggar Bapontar, yang telah menjadi rumah bagi banyak orang sejak 1984, kini kembali menegaskan perannya sebagai benteng solidaritas. Beiby Luana Sumanti, pemilik sanggar, tanpa ragu mengizinkan tempatnya dijadikan pusat logistik kemanusiaan.
Keberhasilan dapur umum ini tidak berdiri sendiri. Dukungan luar biasa datang dari berbagai mitra sosial, seperti Soelianto Ahie, SAYAGA BALI, INITIATIVES, YCNKRI, DAG, BARABAJA, serta banyak relawan lainnya yang dengan tulus memberikan tenaga, waktu, dan sumber daya mereka. Tak hanya itu, sejumlah tokoh sosial seperti Denny Siregar, Purwo Handoko, Togu Simorangkir, Anita Martha Hutagalung, Afrida Lim, dan Mak Ifani Ifani turut mendukung penuh, membuktikan bahwa kemanusiaan tidak mengenal batas kelompok atau latar belakang.
“Kami tidak melihat siapa dan dari mana mereka berasal. Siapapun yang lapar, siapapun yang kehilangan, mereka berhak mendapatkan uluran tangan,” tegas Jodi.
Lebih dari sekadar memberi makan, gerakan ini adalah pengingat bahwa dalam setiap tragedi, selalu ada mereka yang memilih untuk berdiri tegak. Ketika banyak yang hanya menjadi penonton, Team Manguni 86, Sanggar Bapontar, dan para mitra sosial memilih menjadi aktor perubahan. Mereka hadir bukan sekadar untuk menanggulangi bencana, tetapi untuk memastikan tidak ada yang dibiarkan sendiri dalam menghadapi kesulitan.
Hari ini, dunia mungkin sibuk dengan agenda masing-masing, tetapi di sudut Jakarta yang porak poranda, ada satu kisah yang terus berdenyut: kisah ketulusan, keberanian, dan kemanusiaan yang tak terbendung.
✍️Penulis: Donny Liow (Om Lole).













